Ada yang
mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat
lokasi itu.
Lapindo Brantas melakukan pengeboran
sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan
kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici
atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender
pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut
direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung
(batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya
bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation
loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida
formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo
“sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing
20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing
13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006).
Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297
kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang
tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung
(8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal
merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis
dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target
pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang
tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing
setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya
tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena
kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure
(bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out)
tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya
mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah
tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi
Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan
untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping
formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo
kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo,
maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick).
Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur
standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera
dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan
mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan
tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole
dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman
tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan
banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke
permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui
lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi
akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami
tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai
tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di
Indonesia setiap tindakan harus seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama tentang
pemasangan casing sudah disetujui oleh BP MIGAS.
Dalam AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di
Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29
Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American
Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh
dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA
YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN
sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan
Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa
mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007
juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
·
Upaya penanggulangan lumpur lapindo
Sejumlah upaya
telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat
tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus
menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang
mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam
tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada
lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian
Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006,
mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi
yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan
volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang
jelas.
Badan Meteorologi dan Geofisika
meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat,
waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah,
mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS)
memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur
meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta.
Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar