1. Peranan Pengajaran Geografi dalam Pendidikan
Pendidikan nasional yang
dilandasi oleh pancasila, dapat pula dikonsepkan sebagai pendidikan pancasila.
Karena tujuan pembangunan nasional pada era ini adalah pendidikan yang dirahkan
untuk membangun manusia yang membangun diri sendiri dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa, maka pendidikan nasional ini juga dapat dikonsepkan sebagai
pendidikan pembangunan.
Pendidikan nasional yang
hakikatnya adalah pendidikan pancasila pembangunan dan pendidikan pembangunan
pancasila, merupakan proses yang harus ditunjang oleh semua bidang pendidikan
dan pengajran di tiap jenjang pendidika formal. Kedalamnya termasuk juga tugas
pengajaran geografi merealisasikan tujuan pendidikan itu.
Dalam teori filsafat
hukum terdapat istilah das sein dan das sollen. Das Sein berarti keadaan yang sebenarnya
pada waktu sekarang, sedangkan das Sollen berarti apa yang
dicita-citakan; apa yang harus ada nanti, atau untuk singkatnya arti dari
keduanya adalah "yang ada dan yang seharusnya". Keduanya diambil dari
bahasa Jerman .
Das
Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan
bersikap. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das
sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang
seharusnya dilakukan. Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan
implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen.
Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi. Das
Sein adalah sebuah realita yang telah terjadi sedangkan Das Sollen adalah apa
yang sebaiknya dilakukan yaitu sebuah impian dalam dunia utopia yang menjadi
keinginan dan harapan setiap manusia sedangkan Das Sollen merupakan realita
yang menimpa manusia itu sendiri. Hal inilah yang disebut dengan sebuah harapan
dan kenyataan.
Geografi yang semulanya
disebut ilmu bumi sebagai pengetahuan diajarkan di perguruan tinggi dengan
sebutan geografi akademis dan di sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas dengan
sebutan geografi sekolah atau geografi pengajaran. Sebutan ilmu bumi dirasa
sekarang kurang tepat; ilmu bumi lebih cocok untuk geologi (dari kata yunani
geos dan logos), yaitu suatu pengetahuan alam yang mempelajari bumi seutuhnya,
dari kulit luar sampai intinya, tetapi tanpa memperhatikan hubungan bumi secara
khusus dengan manusia yang menghuninya.
Pengertian geografi yang
sebenarnya adalah uraian (grafien artinya menguraikan atau melukiskan) tentang
bumi (geos) dengan segenap isinya, yakni manusia, yang kemudian ditambah lagi
dengan dunia hewan dan dunia tumbuhan. Secara sederhana dapatlah dikatakan
bahwa geografi merupakan suatu ilmu mempelajari seluk-beluk permukaan bumi
serta hubungan timbal balik antar manusia dan lingkungannnya.
Geografi tidak hanya
memiliki kepentingan yang terletak pada sumbangannya yang mendasar bagi
lahirnya ilmu-ilmu baru, akan tetapi pada isinya yakni yang menelaah relasi
antara manusia dan lingkungan alamnya. Dengan demikian sudah selayaknya bahwa
geografi disebut pula ilmu tentang sebaran gejala-gejala alami dan manusiawi di
permukaan bumi, atau juga ilmu tentang integrasi wilayah yakni bagaimna wilayah
tersusun oleh gejala-gejala fisis dan sosial.
Geografi jika diperiksa
sampai bagian-bagiannya akan menimbulkan kesan yang bermacam-macam, sehingga
muncul aneka gagasan tentang hakekatnya. Dibawah
ini terdapat enam jenis hakekat dari geografi yaitu
The Continuum of Geography
Ritter, ME. The Physical Environment An Introduction to
Physical Geography
· Geografi sebagai ilmu pengetahuan bio-fisis, ini berlaku
apabila yang dipelajari itu geografi fisis
dan geografi biotis yang mendasri telaah atas seluk-beluk tanah.
· Geografi sebagai relasi timbal balik manusia alam, ini
berlaku apabila yang dibahas itu topik-topik dalam geografi social, seperti
pengangguran, migrasi kelaparan.
· Geografi sebagai ekologi manusia, disini ditelaah adaptasi
manusia terhadap habitatnya dan dan biomenya.
· Geografi sebagai telaah bentang alam (land-sacpe study),
disini bidang geomorfologi yang dikupas secara mendalam, misalnya daerah karst,
pantai ayng datar, pegunungan lipat.
· Geografi sebagai telaah tentang sebaran gejala alam atau
gejala sosial tertentu. Misalnya gunung berapi, tanah gambut dan yang lainnya.
2. Pembelajaran Geografi yang Ideal (das sollen)
A. Guru Geografi
yang Ideal
Tiap-tiap mata pelajaran
di sekolah lanjutan membtuhkan guru yang ideal. Adapun syarat untuk menjadi
guru geografi yang baik tak hanya terbatas pada pendidikan yang diikuti sebelumnya
yang menghasilkan ijazah dan wewenang bagi yang bersangkutan untuk mengajar.
Disamping itu masih diperlukan beberapa keistimewaan pada guru itu sendiri
untuk dilatih dan dikembangkan lanjut.
Menurut Daljoedni
(1982:122) Ada lima tuntutan yang perlu dipenuhi oleh guru geografi yang ideal
diantaranya :
· Ia harus mempunyai perhatian yang cukup banyak kepada
permasalahan manusia.
· Ia mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri factor-faktor
lokastif, pola-pola regional dan relasi keruangan yang terkandung oleh ataupun
tersembunyi di belakang gejala-gejal sosial.
· Ia suka dan mampu mengadakan observasi pribadi di lapangan.
· Ia secara sederhana dapat mensintesekan data-data yang
berasal dari berbagai sumber.
· Ia mampu membedakan serta memisahkan kausalitas sungguh,
dari halhal yang sifatnya hanya kebutuhan belaka.
Apabila lima hal tersebut
di atas belum timbul dan dirasakan oleh guru geografi, itu masih dapat
dibangkitkan, dibimbing dan disempurnakan. Caranya dengan banyak membaca
buku-buku tuntunan pengajaran geografi, membentuk kelompok studi antar guru
geografi, memperhatikan wilayahnya sendiri dari segi geografis dengan bantuan
dengan bantuan dengan bantuan berbagai dinas dan jawatan setempat. Hanyalah
dengan guru geografi yang ideal dapat dijamin pemberian pengajaran yang lebih
causal daripada causal, artinya yang lebih berfungsi merelasikan manusia dengan
lingkungan daripada ynag sekedar menghafalkan data dan fakta.
B. Metode mengajar
Geografi
Pada proses belajar
megajar bidang pendidikan dan bidang pengajran apa pun, metode ceramah menjadi
metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan. Oleh karena itu, kita harus
menerapkan metode “ceramah bervariasi”
ataupun multimetode. Dalam memupuk anak didik berani bertanya dan menjawab
pertanyaan, metode ceramah tadi dilengkapi oleh metode tanya jawab. Metode ceramah dengan metode tamya jawab pada
proses belajar megajar geografi, dapat menghindarkan kejemuan dan kebosanan
anak didik mengaikuti ceramah. Metode mengajar yang memberikan keaktifkan lebih
jauh kepada anak didik (CBSA) yaitu metode
tugas (metode tugas belajar, metode resitasi). Metode ini pada
pengajran geografi menjadi sarana memupuk kreativitas, inisiatif, kemandirian,
kerjasama atau gotong royong dan meningkatkan minat pada geografi.
Metode mengajar geografi
yang membangkitkan motivasi dan kreativitas berpikir serta keterlibatan dalam
proses adalah metode diskusi.
Keikutsertaan dan keterlibatan anak didik alam proses belajar mengajar geografi
pada diskusi ini lebih terjamin. Hanya dalm ini dituntut lebih akurat
pengelolaan dan pengorganisasian kelas menciptaklan suasana yang serasi. Metode demonstrasi dan eksperimen,
pada batas-batas tertentu dapat diterapkan pada proses belajar megajar
gepgrafi. Manfaat metode demonstrasi dan eksp[erimen ini antar lain
mengembangkan keterampilan, mengamati gejala geografi secara langsung meskipun
dalm bentuk mini dan buatan. Manfaat lain adalah keterlibatan dan keikutsertaan
anak didik dalam proses, serta pemanfaatan sumber daya masyarakat dalam
pendidikan dan pengajaran. Melalui penerapan metode karyawisata pada proses belajar megajar geografi, dasr
mental anak didik yang maliputi dorongan ingin tahu (sense of curiosity)
minat (sense of interest), ingin menemukan sendiri gejala-gejala
geografi di lapangan (sense of discovery) dapt dibina dan dikembangkan.
Tekanan penting pada proses belajar megajar geografi dengan menerapkan metode
karyawisata ini adalah dapt disaksikan dan diamatinya gejala atau masalah
geografi secara langsung oleh anak didik di lapangan.
Pada batas-batas
tertentu, proses belajar megajar geografi dapt menerapkan metode sosiodrama dan bermain peran,
metode kerja kelompok. Hanya dalam hal ini, guru geografi harus melakukan
seleksi pokok bahasan yang tepat untuk didramatisasikan dan untuk dijadikan kerja
kelompok. Berdasarkan uraian yang telah diketengahkan di atas, metode mengajar
yang dapat diterapkan pada proses belajar megajar geografi dapat dikelompokan
dalam dua kelompok besar, yaitu pertama metode dalam ruangan (ceramah, tanya
jawab, diskusi, sosiodrama, dan bermain peran serta kerja kelompok), kedua
metode di luar ruangan (metode tugas belajar dan karyawisata).
C. Media Pengajaran Geografi
Pengajaran geografi
hakikatnya adalah pengajaran tentang gejala-gejal geografi yang tersebar di
permukaan bumi. Untuk memberikan citra tentang penyebaran dan lokasi
gejalagejala tadi kepada anak didik, tidak hany diceramahkan, ditanyajwabkan,
dan didiskusikan, melainkan harus ditunjukan dan diperagakan.
· Peta merupakan konsep dan
hakikat dasar pada geografi dan pengajran geografi. Oleh karena iru, mengajrkan
dan mempelajari geografi tanpa peta, tidak akan emmbentuk citra dan konsep pada
diri anak didik yang mempelajarinya.
· Citra merupakn gambaran suatu gejala atau objek hasil rekaman dari sebuah
sensor, baik dengan cara optik, elektrooptik maupun elektronik. Citra merupakan
salah satu jenis data hasil penginderaan jauh yang berupa data visual/gambar.
Citra sering disebut dengan Image
atau Imagery.
· Atlas adalah kumpulan peta
dalam bentuk buku. Dalam atlas ini disajikan berbagai peta berdasrkan
kenegaraan, gejal alam, penyebaran sumber daya, penyebaran aspek kebudayaan dan
sebagainya.
· Globe merupakan model dan
bentuk yang sangat mini dari bola bumi. Globe ini selain fungsinya sama dengan
peta dan atlas, lebih jauh lagi ia dapt membina dan mengembangkan citra serta
konsep tentang waktu, iklim, musim dan gejal-gejala alam lainnya baik yang
berkenaan dengan atmosfer, hidrosfer, maupun litosfernya. Dengan demikian,
penggunaan dan pemanfaatn globe sebagai media pengajran geografi, dapat lebih
meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor anak didik tentang
relasi keruangan gejala-gejala geografi di permukaan bumi.
· Gambar dan potret yang berkenaan dengan gejala-gejala geografi, selain
diadakan oleh sekolah dan guru, dapat pula pengadaannya ditugaskan kepada
anak-anak. Gambar dan potret yang dikumpulkan oleh anak-anak bukan untuk
disimpan tanpa pemanfaatannya, tetapi untuk membantu meningkatkan keberhasilan
proses belajar megajar geografi.
· Slide, film dan VTR merupakan media pengajaran modern yang membantu, membina
citra dan konsep geografi lebih meningkat pada diri anak didik.
· Diagram dan grafik yang dapat mendeskripsikan data kuantitatif gejal-gejala
geografi, dapat membantu meningkatkan citra dan konsep geografi yang bersifat
matematis-kuantitatif kepada anak didik. Dari citra konsep tadi, mereka akan
memahami tentang relasi, interelasi, dan interaksi keruangan gejala-gejala geografi
yang dapat menimbulkan ketimpangan dan masalah.
· Media cetak yang berupa surat kabar, majalah dan terutama buku, Media
cetak ini menjadi sumber informasi yang memperkaya citra dan konsep geografi
pada anak didik. Pemanfaatannya tentu saja menuntut prasyarta tentang kemmapuan
dan minat baca serta kemmapuan berbahasa. Oleh karena itu, secara bertahap
prasyart ini dipenuhi melalui tugas membaa dari kita guru geografi.
D. Teknik-Strategi Mengajar Geografi
Teknik strategi mengajar
adalah cara berusaha dan bertindak yang diarahkan kepada anak didik untuk
mencapi tujuab instruksional. Dalam hal ini tekanan tujuan itu dapt diarahkan
kepada memmupuk keberanian bertanya, kepada kemampuan konseptual, kepada nilai
dan sikap, keterampilan dan kepada pengembangan inkuiri serta berpikir kritis.
Dengan demikian, terdapat beberapa hal yang diperlu dikenal dalam
teknik-strategi mengajar geografi diantaranya :
· Tata cara bertanya efektif
· Pembinaan konsep dan pengembangan generalisasi
· Penanaman nilai dan sikap
· Pengembangan keterampilan
· Pengembangan inkuiri dan berpikir kritis.
E. Model Pengajaran Geografi
Pengajaran geografi yang
mengembangkan materi geografi sesuai dengan hakikatnya, senantiasa menelaah
gejala dan masalah geografi dalam konteks keruangannnya. Oleh karena itu, pada
proses belajar mengajar geografi selalu harus melihat gejala atau masalah tadi
yang kita telaah. Meskipun pada bidang geografi kita memiliki pendekatan
keruangan dan pendekatan regional yang khas geografi, kita dapat pula
menerapkan pendekatan ekologi yang sifatnya tidak jauh berbeda dengan
pendekatan keruangan ataupun pendekatan regional.
Model pengajaran pada
dasarnya berlandaskan hubungan terpadu antara mengajar dan belajar. Mengajar
yang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, hakikatnya adalah suatu kiat
(seni praktis) yang diterpakan guru dalam menciptakan suasana pendidikan yang
serasi dalam merealisasikan tujuan. Oleh karena itu, seorang guru yang baik
adalah perpaduan antar pekerja lapangan yang praktis-terampil dengan seniman
yang mampu menciptakan suasana pendidikan menjadi hidup dan nyaman.
a) Model Pengajaran Disiplin Mental
Pada
model pembelajaran ini, penekanan prosesnya berlandaskan kekuatan otak yang
meliputi ingatan, kemauan dan penalaran. Model pengajaran ini juga berlandaskan
pandangan bahwa kekuatan otak manusia itu juga berpusat pada minat dan nilai
yang menyatukan diri manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pada
pengembangan model pengajran disiplin mental ini latihan ingatan, kemauan dan
penalaran untuk menanamkan minat dan nilai menjadi landasan proses utama.
Melalui proses ini manusia akan mengerti tentang kebutuhan dan lingkungan yang
membimbing kea rah tindakan untuk berhubungan dengan anggota masyarakta
lainnya.
b) Model Pengajaran Stimulus-Respon
Model
pengajaran stimulus-respon, berakar dari teori behaviorisme. Dalam teori
stimulus-respon (S-R), belajar itu merupakan proses hubungan (koneksi) antara
peristiwa atau unit mental dengan peristiwa atau unit fiskal yang membentuk
proses stimulus-respon. Model pengajaran stimulus-respon menerapkan teori
rangsangan untuk menciptakan situasi belajar membangkitkan reaksi
mental-fisikal anak didik dalam mempelajari geografi.
c) Model Pengajaran Kognitif
Pengembangan
model pengaran kognitif dilandasi oleh teori belajra kognitif yang paradigmanya
berpusat pada interaksi manusia dengan lingkungan psikologis secara serempak.
Manusia merupakan subjek yang aktif terhadap lingkungannya dalam mengembnagkan
motivasi untuk belajar. Guru geografi berkewajiban menciptakan suasana untuk
mendorong subjek anak didik dalam mempelajari geografi bagi peningkatan
kemampuan kognitifnya. Dalam model pengajran kognitif, anak didik dikembangkan
kemampuan belajarnya dalam bentuk interaksi dengan lingkungan manusia termasuk
dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Dengan demikian, model pengajaran kognitif
ini serasi dengan pengajaran geografi yang menelaah interaksi keruangan
gejala-gejala di permukaan bumi.
d) Model Pengajaran Sintetik
Sesuai
dengan tujuan instruksional dan tujuan pendidikan yang harus direalisasikan,
tiap model pengajran ada segi penekanan pada matra tujuan tertentu. Oleh karena
itu, dalam menerapkan model-model pengajaran tersebut di atas pada pengajaran
geografi juga tidak dapat secar mutlak satu model diisolasikan dari model
lainnya. Dengan demikian, guru geografi harus mampu menerapkan model pengajaran
sintetik yang memadukan ketiga model di atas.
F. Evaluasi Pengajaran Geografi
Evaluasi pada proses
belajar mengajar dapat dikatakan sebagai kulminasi kegiatan proses belajr
mengajar tersebut. Geografi yang dekat dengan alam terbuka, evaluasinya juga
dapat dilakukan di alam terbuka tersebut. Tugas mengamati, mengumpulkan data,
dan membuat laporan hasil kerja di lapangan, dapat dijadikan bahan evaluasi
pada pengajran geografi.
a) Fungsi Evaluasi Pada Pengajaran Geografi
Evaluasi pada pengajaran
geografi fungsinya hampir sama dengan yang berlaku pada pengajaran yang
lainnya, yaitu :
· Mengungkapkan penguasaan siswa terhadap materi geografi yang
telah diperolehnya dalam proses belajar megajar, termasuk materi pokok dan
pengayaannya.
· Menemukan kelmahan-kelemahan materi yang telah disajikan,
metode, media, strategi pengajran geografi yang diterapkan, termasuk tujuan
yang telah dirumuskan.
· Mengungkapkan terpenuhi atau tidak terpenuhinya tugas guru
dalam proses belajar megajar geografi.
· Mengungkapkan tingkat perkembangan siswa secara individual
dalam mempelajari geografi.
b) Tujuan Evaluasi pada Pengajaran Geografi
Tujuan yang ingin dicapai
oleh evaluasi pengajaran geografi sebagai hasil proses belajar megajar, sebagai
berikut :
· Membuat laporan prestasi siswa berkenaan dengan hasil
mempelajari geografi.
· Mendapatkan umpan balik hasil evaluasi proses belajar
megajar geografi terhadap keberhasilan kerja guru geografi selam proses belajar
megajar itu dilaksanakan.
· Menemukan faktor-faktor pendorong dan penghambat
keberhasilan proses belajar megajar geografi, baik yang dialami oleh guru
selama mengajar geografi maupun yang dialami para siswa dalam mempelajri
geografi tersebut.
· Menyusun program bimbingan individual para siswa yang
mengalami kesukaran atau hambatan dalam mempelajari geografi.
· Meningkatkan rangsangan kegiatan belajar para siswa dalam
bidang geografi, agar mereka memperoleh makna yang sebesar-besarnya dari proses
mempelajari geografi itu.
c) Bentuk Evaluasi pada Pengajaran Geografi
Secara menyeluruh, bentuk
evaluasi pada pengajaran geografi meliputi bnetuk tes dan non tes. Bentuk tes
itu sebgai berikut :
· Bentuk tes meliputi tes objektif, tes esai dan tes lisan
· Bentuk non tes berupa laporan tugas dan penampilan.
Dengan mengindahkan
ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dapat diharapakan hasil evaluasi itu
mengungkapkan secar memadai dan wajar sesuai dengan hakkat geografi dan
pengajran geografi. Dengan demikian, pengajaran geografi itu mampu menunjang
tujuanpendidikan nasional.
3. Pembelajarang Geografi yang Ada (das sein)
A. Temuan di Lapangan Implementasi
Kompetensi Profesional Guru Geografi
Kompetensi profesional yang hendaknya
dikuasai oleh guru sudah tercantum dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007,
namun dalam implementasinya masih ada beberapa guru yang dapat dikatakan tidak
menguasai salah satu atau beberapa kompetensi tersebut. Hal tersebut dapat kita
lihat dari kinerja guru pada saat pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut:
a. Masih ada guru yang tidak menguasai materi pelajaran yang
diajarkan kepada peserta didik.
b. Guru masih beranggapan bahwa penggunaan LCD sebagai alat
pembelajaran kurang efektif.
c. Media
yang disediakan di sekolah belum dimaksimalkan oleh guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar.
d. Belum
semua guru membuat RPP yang seharusnya digunakan sebagai acuan pelaksanaan
pembelajaran.
e.
Umumnya para guru masih menyusun KTSP Buku II (silabus, RPP dan LKS) dengan
teknik “copy paste”, yang berarti mereka belum menyusun silabus, RPP dan LKS
berdasar keperluan dan kondisi mereka sendiri;
f.
Meskipun mereka mengaku memiliki RPP, namun ketika proses pembelajaran siswanya
diobservasi, semua guru tidak membawa RPP dengan alasan tertinggal di rumah;
g. Dari
analisis RPP yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan antara apa yang
dituliskan dengan apa yang diimplementasikan di kelas. Di RPP guru menuliskan
penggunaan pendekatan konstruktivistik, guru berperan selaku fasilitator, namun
dari observasi di kelas dapat diketahui bahwa guru lebih dominan, banyak
menggunakan ceramah, para siswa pasif, dan guru tidak memahami bagaimana
mengimplementasikan pendekatan konstruktiivistik di kelas sebagaimana
disarankan kurikulum 2006;
h.
Pengelolaan kelas dilakukan secara konvensional sehingga tidak memungkinkan
terjadinya interaksi antar siswa,
i. Dalam
melakukan evaluasi/assesmen, umumnya guru menggunakan tes secara tertulis,
sehingga tes hanya berorientasi ke ranah kognitif, hanya beberapa guru yang menggunakan
rubrik untuk assesmen. Ini berarti bahwa pemahaman guru tentang asesmen hanya
pada ranah kognitif, tidak sampai pada ranah afektif dan psikomotor.
B. Hambatan Implementasi Kompetensi
Profesional Guru Geografi
Ada beberapa permasalahan yang muncul
berkaitan dengan profesionalisme guru, yang antara lain sebagai berikut.
a.
Proses penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak proporsional.
b. Rasio jumlah guru terhadap jumlah
peserta didik semakin tidak seimbang.
c. Masih ada guru yang memiliki pekerjaan
di bidang lain.
d. Menumpuknya guru pada pangkat IV/a.
e. Sikap
Konservatif Guru
f. Kurang/Tidak
Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
g. Masih banyak guru yang:
·
Kurang mampu memanfaatkan komputer dalam
pembuatan perangkat pembelajaran,
·
Kurangnya kemampuan dalam memanfaatkan
penggunaan komputer dalam pengolahan data dan nilai peserta didik,
·
kurangnya kemampuan menggunakan komputer
untuk pengembangan bahan ajar/bahan presentasi.
h.Kurang
waktu dan kesempatan yang digunakan guru untuk membaca serta mengikuti kemajuan
zaman dengan cara memperoleh berbagai informasi dari berbagai sumber seperti
membaca buku-buku tentang metodologi pembelajaran, atau hasil-hasil penelitian,
mendapatkan informasi dari internet, dsb.
i. Guru
tidak memiliki waktu cukup untuk menerapkan metode, pendekatan dan model-model
pembelajaran yang disarankan.
j. Jika
menghadapi Ujian Nasional, guru cenderung mengadakan drill dan latihan
soal-soal ujian.
k. Media
dan laboratorium tidak mencukupi/tidak ada.
l. Jam
mengajar guru terlalu banyak
m.
Rendahnya kualitas Kepala Sekolah
n. Latar
belakang siswa (kemampuan rendah, dari keluarga menengah ke bawah, dari
desa/daerah terpencil) yang sulit untuk diajak aktif dan kreatif;
4. Kiat mengatasi kesenjangan Das Sollen
dan Das Sein
A.
Solusi Implementasi Kompetensi Profesional Guru Geografi
Solusi
yang ditawarkan untuk mengatasi hambatan dalam pengimplementasian kompetensi
profesional guru diantaranya adalah:
· Pemangku
kepentingan (pemerintah pusat dan daerah) mengkaji ulang kebutuhan riil guru di
lapangan.
· Pemangku
kepentingan melakukan evaluasi akhir tahun ajaran untuk mengetahui rasio jumlah
guru terhadap jumlah peserta didik pada setiap satuan pendidikan.
· Terlalu
banyak guru di suatu sekolah dapat diatasi dengan melakukan mutasi ke sekolah
lain yang kekurangan.
· Pemangku
kepentingan hendaknya melakukan kajian yang mendalam dalam pengangkatan jabatan
kepala sekolah.
· Guru-guru
dapat melakukan class action research (PTK) yang dapat dituangkan sebagai karya
tulis berbentuk penelitian.
· Diadakannya
seminar tentang pembelajaran yang tepat, yaitu bagaimana cara mengajar agar
guru tidak lagi merasa bahwa cara-cara kreatif dianggab memberatkan tugas namun
menjadi tugas yang menyenangkan dan yang utama tujuan pembelajaran tersebut
dapat tercapai,
· Memfasilitasi
para guru dengan alat yang sesuai dengan pendidikan, missal komputer ataupun
laptop dengan difasilitasi internet, minimal dalam satu sekolah disediakan satu
atau beberapa teknologi tersebut, sehingga guru dapat memperoleh informasi dari
teknologi tersebut ataupun dengan berlangganan Koran sehingga berita yang
didapat selalu update.
· Menyediakan
kelengkapan komputer di sekolah, maka guru dapat lebih mudah dalam melakukan
analisis hasil belajar siswa, menghitung nilai kriteria ketuntasan minimum yang
selama ini masih tidak berdasarkan perhitungan yang benar, membuat data base
siswa dan guru, serta kemudahan-kemudahan lainnya.
· Masalah
kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan komputer dapat diatasi dengan
melakukan pelatihan kepada para guru tersebut.
·
Pemaksimalan pelatihan dalam lembaga pendidikan prajabatan.
·
Usaha meningkatkan penguasaan materi.
· Musyawarah
guru mata pelajaran (MGMP). Pendalaman materi dari guru, oleh guru, dan untuk
guru.
5.
Keterkaitan dengan SK-KD Pengindraan Jauh
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah pembelajaran geografi
yang seharusnya diwujudkan atau diajarkan karena pada kenyataannya pembelajaran
yang diberikan tidak sesuai dengan pembelajaran yang seharusnya. Bab ini akan
membahas tentang bagaimana pembelajaran geografi pada materi pemanfaatan
pengindraan jauh yang ideal yang diajarkan pada siswa kelas XII Semester
pertama. Dalam realita pembelajaran buku referensi yang digunakan sudah sesuai
di SMA (buku sekolah terbitan Kemendiknas) sudah sesuai standar buku referensi
yang digunakan. Buku-buku tersebut anara lain nuansa geografi tulisan septiani
rahayu, eni wiji, dan mariyadi yang diterbitkan PT Widya Duta Grafika 2009;
Geografi 3, Jelajah bumi dan alam semesta, tulisan hartanto, terbitan CV Citra
Praya 2009; dan Geografi untuk SMA/MA kelas XII, tulisan Nurmala Dewi terbita
CV Eplison 2009. Buku-buku tersebut sudah sesuai dengan buku tulisan Sutanto,
Pengindraan Jauh, terbitan gajah mada press dalam hal materi pembelajaran.
Namun, dalam penyampaian materi PJ tersebut, terkadang masih kurang sesuai
dengan pembelajaran ideal yang diterapkan, karena pada umumnya guru ketika
menyampaikan materi Pengindraan Jauh hanya dengan pembelajaran yang seadanya,
seharusnya dalam penyajian materi Pengindraan Jauh ini, guru bisa menyampaikan
materi disertai media yang sesuai, seperti Citra Ikonos, Foto Udara
Pankromatik, Citra Landsat, dll, dan cakupan media tersebut adalah wilayah yang
dekat dimana materi tersebut diajarkan( wilayah di sekitar sekolah tersebut
berada), dengan demikian, siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari materi
Pengindraan Jauh.
Dalam pembelajaran geografi materi Pengindraan Jauh ini,
guru tidak hanya dituntut penyampaiannya dengan metode yang standar, tetapi
juga dituntut untuk menggunakan media yang representatif. Guru juga harus
berinovasi. Pembelajaran Pengindraan Jauh akan sangat baik jika disampaikan
menggunakan deskripsi gambar (citra, foto udara) supaya siswa tidak hanya
meraba-raba bagaimana citra ikonos itu, bagaimana Foto udara Pankromatik hitam
putih itu, bagaimana citra thermal itu dan media Pengindraan Jauh yang lain dengan
tidak kepastian, terapi benar-benar apa dan bagaimana pemanfaatan citra
Pengindraan Jauh tersebut. Juga dalam evaluasi pembelajaran harus sesuai,
pengindraan jauh tidak hanya bisa dievalusi secara tertulis, tetapi siswa juga
diajarai bagaimana pengintepresasian citra tersebut. Karena goal dari SK-KD ini adalah siswa mampu
mengintepretasi pengindraan auh dengan baik.
Referensi
-
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press
-
Lillesand, Kiefer, Penginderaan jauh dan Interpretasi
Citra, Gajah Mada University Press, 1990.
-
Howard, A.John., Pengindraan Jauh untuk Sumberdaya Hutan,
Gajah Mada University Press, 1996.
-
Dalhoeni, nathanael, pengantar
geografi, 1982
Tidak ada komentar:
Posting Komentar