Rabu, 30 Mei 2012

Proses Pembelajaran Geografi

1. Peranan Pengajaran Geografi dalam Pendidikan
Pendidikan nasional yang dilandasi oleh pancasila, dapat pula dikonsepkan sebagai pendidikan pancasila. Karena tujuan pembangunan nasional pada era ini adalah pendidikan yang dirahkan untuk membangun manusia yang membangun diri sendiri dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa, maka pendidikan nasional ini juga dapat dikonsepkan sebagai pendidikan pembangunan.
Pendidikan nasional yang hakikatnya adalah pendidikan pancasila pembangunan dan pendidikan pembangunan pancasila, merupakan proses yang harus ditunjang oleh semua bidang pendidikan dan pengajran di tiap jenjang pendidika formal. Kedalamnya termasuk juga tugas pengajaran geografi merealisasikan tujuan pendidikan itu.
Dalam teori filsafat hukum terdapat istilah das sein dan das sollen. Das Sein berarti keadaan yang sebenarnya pada waktu sekarang, sedangkan das Sollen berarti apa yang dicita-citakan; apa yang harus ada nanti, atau untuk singkatnya arti dari keduanya adalah "yang ada dan yang seharusnya". Keduanya diambil dari bahasa Jerman .
Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan. Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi. Das Sein adalah sebuah realita yang telah terjadi sedangkan Das Sollen adalah apa yang sebaiknya dilakukan yaitu sebuah impian dalam dunia utopia yang menjadi keinginan dan harapan setiap manusia sedangkan Das Sollen merupakan realita yang menimpa manusia itu sendiri. Hal inilah yang disebut dengan sebuah harapan dan kenyataan.
Geografi yang semulanya disebut ilmu bumi sebagai pengetahuan diajarkan di perguruan tinggi dengan sebutan geografi akademis dan di sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas dengan sebutan geografi sekolah atau geografi pengajaran. Sebutan ilmu bumi dirasa sekarang kurang tepat; ilmu bumi lebih cocok untuk geologi (dari kata yunani geos dan logos), yaitu suatu pengetahuan alam yang mempelajari bumi seutuhnya, dari kulit luar sampai intinya, tetapi tanpa memperhatikan hubungan bumi secara khusus dengan manusia yang menghuninya.
Pengertian geografi yang sebenarnya adalah uraian (grafien artinya menguraikan atau melukiskan) tentang bumi (geos) dengan segenap isinya, yakni manusia, yang kemudian ditambah lagi dengan dunia hewan dan dunia tumbuhan. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa geografi merupakan suatu ilmu mempelajari seluk-beluk permukaan bumi serta hubungan timbal balik antar manusia dan lingkungannnya.
Geografi tidak hanya memiliki kepentingan yang terletak pada sumbangannya yang mendasar bagi lahirnya ilmu-ilmu baru, akan tetapi pada isinya yakni yang menelaah relasi antara manusia dan lingkungan alamnya. Dengan demikian sudah selayaknya bahwa geografi disebut pula ilmu tentang sebaran gejala-gejala alami dan manusiawi di permukaan bumi, atau juga ilmu tentang integrasi wilayah yakni bagaimna wilayah tersusun oleh gejala-gejala fisis dan sosial.
Geografi jika diperiksa sampai bagian-bagiannya akan menimbulkan kesan yang bermacam-macam, sehingga muncul aneka gagasan tentang hakekatnya. Dibawah ini terdapat enam jenis hakekat dari geografi yaitu

The Continuum of Geography
Ritter, ME. The Physical Environment An Introduction to Physical Geography
· Geografi sebagai ilmu pengetahuan bio-fisis, ini berlaku apabila yang dipelajari itu geografi   fisis dan geografi biotis yang mendasri telaah atas seluk-beluk tanah.
· Geografi sebagai relasi timbal balik manusia alam, ini berlaku apabila yang dibahas itu topik-topik dalam geografi social, seperti pengangguran, migrasi kelaparan.
· Geografi sebagai ekologi manusia, disini ditelaah adaptasi manusia terhadap habitatnya dan dan biomenya.
· Geografi sebagai telaah bentang alam (land-sacpe study), disini bidang geomorfologi yang dikupas secara mendalam, misalnya daerah karst, pantai ayng datar, pegunungan lipat.
· Geografi sebagai telaah tentang sebaran gejala alam atau gejala sosial tertentu. Misalnya gunung berapi, tanah gambut dan yang lainnya.

2.  Pembelajaran Geografi yang Ideal (das sollen)
A. Guru Geografi yang Ideal
Tiap-tiap mata pelajaran di sekolah lanjutan membtuhkan guru yang ideal. Adapun syarat untuk menjadi guru geografi yang baik tak hanya terbatas pada pendidikan yang diikuti sebelumnya yang menghasilkan ijazah dan wewenang bagi yang bersangkutan untuk mengajar. Disamping itu masih diperlukan beberapa keistimewaan pada guru itu sendiri untuk dilatih dan dikembangkan lanjut.
Menurut Daljoedni (1982:122) Ada lima tuntutan yang perlu dipenuhi oleh guru geografi yang ideal diantaranya :
· Ia harus mempunyai perhatian yang cukup banyak kepada permasalahan manusia.
· Ia mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri factor-faktor lokastif, pola-pola regional dan relasi keruangan yang terkandung oleh ataupun tersembunyi di belakang gejala-gejal sosial.
· Ia suka dan mampu mengadakan observasi pribadi di lapangan.
· Ia secara sederhana dapat mensintesekan data-data yang berasal dari berbagai sumber.
· Ia mampu membedakan serta memisahkan kausalitas sungguh, dari halhal yang sifatnya hanya kebutuhan belaka.
Apabila lima hal tersebut di atas belum timbul dan dirasakan oleh guru geografi, itu masih dapat dibangkitkan, dibimbing dan disempurnakan. Caranya dengan banyak membaca buku-buku tuntunan pengajaran geografi, membentuk kelompok studi antar guru geografi, memperhatikan wilayahnya sendiri dari segi geografis dengan bantuan dengan bantuan dengan bantuan berbagai dinas dan jawatan setempat. Hanyalah dengan guru geografi yang ideal dapat dijamin pemberian pengajaran yang lebih causal daripada causal, artinya yang lebih berfungsi merelasikan manusia dengan lingkungan daripada ynag sekedar menghafalkan data dan fakta.


B.  Metode mengajar Geografi
Pada proses belajar megajar bidang pendidikan dan bidang pengajran apa pun, metode ceramah menjadi metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan. Oleh karena itu, kita harus menerapkan metode “ceramah bervariasi” ataupun multimetode. Dalam memupuk anak didik berani bertanya dan menjawab pertanyaan, metode ceramah tadi dilengkapi oleh metode tanya jawab. Metode ceramah dengan metode tamya jawab pada proses belajar megajar geografi, dapat menghindarkan kejemuan dan kebosanan anak didik mengaikuti ceramah. Metode mengajar yang memberikan keaktifkan lebih jauh kepada anak didik (CBSA) yaitu metode tugas (metode tugas belajar, metode resitasi). Metode ini pada pengajran geografi menjadi sarana memupuk kreativitas, inisiatif, kemandirian, kerjasama atau gotong royong dan meningkatkan minat pada geografi.
Metode mengajar geografi yang membangkitkan motivasi dan kreativitas berpikir serta keterlibatan dalam proses adalah metode diskusi. Keikutsertaan dan keterlibatan anak didik alam proses belajar mengajar geografi pada diskusi ini lebih terjamin. Hanya dalm ini dituntut lebih akurat pengelolaan dan pengorganisasian kelas menciptaklan suasana yang serasi. Metode demonstrasi dan eksperimen, pada batas-batas tertentu dapat diterapkan pada proses belajar megajar gepgrafi. Manfaat metode demonstrasi dan eksp[erimen ini antar lain mengembangkan keterampilan, mengamati gejala geografi secara langsung meskipun dalm bentuk mini dan buatan. Manfaat lain adalah keterlibatan dan keikutsertaan anak didik dalam proses, serta pemanfaatan sumber daya masyarakat dalam pendidikan dan pengajaran. Melalui penerapan metode karyawisata pada proses belajar megajar geografi, dasr mental anak didik yang maliputi dorongan ingin tahu (sense of curiosity) minat (sense of interest), ingin menemukan sendiri gejala-gejala geografi di lapangan (sense of discovery) dapt dibina dan dikembangkan. Tekanan penting pada proses belajar megajar geografi dengan menerapkan metode karyawisata ini adalah dapt disaksikan dan diamatinya gejala atau masalah geografi secara langsung oleh anak didik di lapangan.
Pada batas-batas tertentu, proses belajar megajar geografi dapt menerapkan metode sosiodrama dan bermain peran, metode kerja kelompok. Hanya dalam hal ini, guru geografi harus melakukan seleksi pokok bahasan yang tepat untuk didramatisasikan dan untuk dijadikan kerja kelompok. Berdasarkan uraian yang telah diketengahkan di atas, metode mengajar yang dapat diterapkan pada proses belajar megajar geografi dapat dikelompokan dalam dua kelompok besar, yaitu pertama metode dalam ruangan (ceramah, tanya jawab, diskusi, sosiodrama, dan bermain peran serta kerja kelompok), kedua metode di luar ruangan (metode tugas belajar dan karyawisata).
C. Media Pengajaran Geografi
Pengajaran geografi hakikatnya adalah pengajaran tentang gejala-gejal geografi yang tersebar di permukaan bumi. Untuk memberikan citra tentang penyebaran dan lokasi gejalagejala tadi kepada anak didik, tidak hany diceramahkan, ditanyajwabkan, dan didiskusikan, melainkan harus ditunjukan dan diperagakan.
· Peta merupakan konsep dan hakikat dasar pada geografi dan pengajran geografi. Oleh karena iru, mengajrkan dan mempelajari geografi tanpa peta, tidak akan emmbentuk citra dan konsep pada diri anak didik yang mempelajarinya.
· Citra merupakn gambaran suatu gejala atau objek hasil rekaman dari sebuah sensor, baik dengan cara optik, elektrooptik maupun elektronik. Citra merupakan salah satu jenis data hasil penginderaan jauh yang berupa data visual/gambar. Citra sering disebut dengan Image atau Imagery.
· Atlas adalah kumpulan peta dalam bentuk buku. Dalam atlas ini disajikan berbagai peta berdasrkan kenegaraan, gejal alam, penyebaran sumber daya, penyebaran aspek kebudayaan dan sebagainya.
· Globe merupakan model dan bentuk yang sangat mini dari bola bumi. Globe ini selain fungsinya sama dengan peta dan atlas, lebih jauh lagi ia dapt membina dan mengembangkan citra serta konsep tentang waktu, iklim, musim dan gejal-gejala alam lainnya baik yang berkenaan dengan atmosfer, hidrosfer, maupun litosfernya. Dengan demikian, penggunaan dan pemanfaatn globe sebagai media pengajran geografi, dapat lebih meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor anak didik tentang relasi keruangan gejala-gejala geografi di permukaan bumi.
· Gambar dan potret yang berkenaan dengan gejala-gejala geografi, selain diadakan oleh sekolah dan guru, dapat pula pengadaannya ditugaskan kepada anak-anak. Gambar dan potret yang dikumpulkan oleh anak-anak bukan untuk disimpan tanpa pemanfaatannya, tetapi untuk membantu meningkatkan keberhasilan proses belajar megajar geografi.
· Slide, film dan VTR merupakan media pengajaran modern yang membantu, membina citra dan konsep geografi lebih meningkat pada diri anak didik.
· Diagram dan grafik yang dapat mendeskripsikan data kuantitatif gejal-gejala geografi, dapat membantu meningkatkan citra dan konsep geografi yang bersifat matematis-kuantitatif kepada anak didik. Dari citra konsep tadi, mereka akan memahami tentang relasi, interelasi, dan interaksi keruangan gejala-gejala geografi yang dapat menimbulkan ketimpangan dan masalah.
· Media cetak yang berupa surat kabar, majalah dan terutama buku, Media cetak ini menjadi sumber informasi yang memperkaya citra dan konsep geografi pada anak didik. Pemanfaatannya tentu saja menuntut prasyarta tentang kemmapuan dan minat baca serta kemmapuan berbahasa. Oleh karena itu, secara bertahap prasyart ini dipenuhi melalui tugas membaa dari kita guru geografi.

D. Teknik-Strategi Mengajar Geografi
Teknik strategi mengajar adalah cara berusaha dan bertindak yang diarahkan kepada anak didik untuk mencapi tujuab instruksional. Dalam hal ini tekanan tujuan itu dapt diarahkan kepada memmupuk keberanian bertanya, kepada kemampuan konseptual, kepada nilai dan sikap, keterampilan dan kepada pengembangan inkuiri serta berpikir kritis. Dengan demikian, terdapat beberapa hal yang diperlu dikenal dalam teknik-strategi mengajar geografi diantaranya :
· Tata cara bertanya efektif
· Pembinaan konsep dan pengembangan generalisasi
· Penanaman nilai dan sikap
· Pengembangan keterampilan
· Pengembangan inkuiri dan berpikir kritis.

E. Model Pengajaran Geografi
Pengajaran geografi yang mengembangkan materi geografi sesuai dengan hakikatnya, senantiasa menelaah gejala dan masalah geografi dalam konteks keruangannnya. Oleh karena itu, pada proses belajar mengajar geografi selalu harus melihat gejala atau masalah tadi yang kita telaah. Meskipun pada bidang geografi kita memiliki pendekatan keruangan dan pendekatan regional yang khas geografi, kita dapat pula menerapkan pendekatan ekologi yang sifatnya tidak jauh berbeda dengan pendekatan keruangan ataupun pendekatan regional.
Model pengajaran pada dasarnya berlandaskan hubungan terpadu antara mengajar dan belajar. Mengajar yang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, hakikatnya adalah suatu kiat (seni praktis) yang diterpakan guru dalam menciptakan suasana pendidikan yang serasi dalam merealisasikan tujuan. Oleh karena itu, seorang guru yang baik adalah perpaduan antar pekerja lapangan yang praktis-terampil dengan seniman yang mampu menciptakan suasana pendidikan menjadi hidup dan nyaman.
a) Model Pengajaran Disiplin Mental
Pada model pembelajaran ini, penekanan prosesnya berlandaskan kekuatan otak yang meliputi ingatan, kemauan dan penalaran. Model pengajaran ini juga berlandaskan pandangan bahwa kekuatan otak manusia itu juga berpusat pada minat dan nilai yang menyatukan diri manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pada pengembangan model pengajran disiplin mental ini latihan ingatan, kemauan dan penalaran untuk menanamkan minat dan nilai menjadi landasan proses utama. Melalui proses ini manusia akan mengerti tentang kebutuhan dan lingkungan yang membimbing kea rah tindakan untuk berhubungan dengan anggota masyarakta lainnya.
b) Model Pengajaran Stimulus-Respon     
Model pengajaran stimulus-respon, berakar dari teori behaviorisme. Dalam teori stimulus-respon (S-R), belajar itu merupakan proses hubungan (koneksi) antara peristiwa atau unit mental dengan peristiwa atau unit fiskal yang membentuk proses stimulus-respon. Model pengajaran stimulus-respon menerapkan teori rangsangan untuk menciptakan situasi belajar membangkitkan reaksi mental-fisikal anak didik dalam mempelajari geografi.
c) Model Pengajaran Kognitif
Pengembangan model pengaran kognitif dilandasi oleh teori belajra kognitif yang paradigmanya berpusat pada interaksi manusia dengan lingkungan psikologis secara serempak. Manusia merupakan subjek yang aktif terhadap lingkungannya dalam mengembnagkan motivasi untuk belajar. Guru geografi berkewajiban menciptakan suasana untuk mendorong subjek anak didik dalam mempelajari geografi bagi peningkatan kemampuan kognitifnya. Dalam model pengajran kognitif, anak didik dikembangkan kemampuan belajarnya dalam bentuk interaksi dengan lingkungan manusia termasuk dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Dengan demikian, model pengajaran kognitif ini serasi dengan pengajaran geografi yang menelaah interaksi keruangan gejala-gejala di permukaan bumi.
d) Model Pengajaran Sintetik
Sesuai dengan tujuan instruksional dan tujuan pendidikan yang harus direalisasikan, tiap model pengajran ada segi penekanan pada matra tujuan tertentu. Oleh karena itu, dalam menerapkan model-model pengajaran tersebut di atas pada pengajaran geografi juga tidak dapat secar mutlak satu model diisolasikan dari model lainnya. Dengan demikian, guru geografi harus mampu menerapkan model pengajaran sintetik yang memadukan ketiga model di atas.

F. Evaluasi Pengajaran Geografi
Evaluasi pada proses belajar mengajar dapat dikatakan sebagai kulminasi kegiatan proses belajr mengajar tersebut. Geografi yang dekat dengan alam terbuka, evaluasinya juga dapat dilakukan di alam terbuka tersebut. Tugas mengamati, mengumpulkan data, dan membuat laporan hasil kerja di lapangan, dapat dijadikan bahan evaluasi pada pengajran geografi.
a) Fungsi Evaluasi Pada Pengajaran Geografi
Evaluasi pada pengajaran geografi fungsinya hampir sama dengan yang berlaku pada pengajaran yang lainnya, yaitu :
· Mengungkapkan penguasaan siswa terhadap materi geografi yang telah diperolehnya dalam proses belajar megajar, termasuk materi pokok dan pengayaannya.
· Menemukan kelmahan-kelemahan materi yang telah disajikan, metode, media, strategi pengajran geografi yang diterapkan, termasuk tujuan yang telah dirumuskan.
· Mengungkapkan terpenuhi atau tidak terpenuhinya tugas guru dalam proses belajar megajar geografi.
· Mengungkapkan tingkat perkembangan siswa secara individual dalam mempelajari geografi.
b) Tujuan Evaluasi pada Pengajaran Geografi
Tujuan yang ingin dicapai oleh evaluasi pengajaran geografi sebagai hasil proses belajar megajar, sebagai berikut :
· Membuat laporan prestasi siswa berkenaan dengan hasil mempelajari geografi.
· Mendapatkan umpan balik hasil evaluasi proses belajar megajar geografi terhadap keberhasilan kerja guru geografi selam proses belajar megajar itu dilaksanakan.
· Menemukan faktor-faktor pendorong dan penghambat keberhasilan proses belajar megajar geografi, baik yang dialami oleh guru selama mengajar geografi maupun yang dialami para siswa dalam mempelajri geografi tersebut.
· Menyusun program bimbingan individual para siswa yang mengalami kesukaran atau hambatan dalam mempelajari geografi.
· Meningkatkan rangsangan kegiatan belajar para siswa dalam bidang geografi, agar mereka memperoleh makna yang sebesar-besarnya dari proses mempelajari geografi itu.
c) Bentuk Evaluasi pada Pengajaran Geografi
Secara menyeluruh, bentuk evaluasi pada pengajaran geografi meliputi bnetuk tes dan non tes. Bentuk tes itu sebgai berikut :
· Bentuk tes meliputi tes objektif, tes esai dan tes lisan
· Bentuk non tes berupa laporan tugas dan penampilan.
Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dapat diharapakan hasil evaluasi itu mengungkapkan secar memadai dan wajar sesuai dengan hakkat geografi dan pengajran geografi. Dengan demikian, pengajaran geografi itu mampu menunjang tujuanpendidikan nasional.
3. Pembelajarang Geografi yang Ada (das sein)
A. Temuan di Lapangan Implementasi Kompetensi Profesional Guru Geografi
Kompetensi profesional yang hendaknya dikuasai oleh guru sudah tercantum dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, namun dalam implementasinya masih ada beberapa guru yang dapat dikatakan tidak menguasai salah satu atau beberapa kompetensi tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat dari kinerja guru pada saat pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut:
a. Masih ada guru yang tidak menguasai materi pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik.
b. Guru masih beranggapan bahwa penggunaan LCD sebagai alat pembelajaran kurang efektif.
c. Media yang disediakan di sekolah belum dimaksimalkan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
d. Belum semua guru membuat RPP yang seharusnya digunakan sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran.
e. Umumnya para guru masih menyusun KTSP Buku II (silabus, RPP dan LKS) dengan teknik “copy paste”, yang berarti mereka belum menyusun silabus, RPP dan LKS berdasar keperluan dan kondisi mereka sendiri;
f. Meskipun mereka mengaku memiliki RPP, namun ketika proses pembelajaran siswanya diobservasi, semua guru tidak membawa RPP dengan alasan tertinggal di rumah;
g. Dari analisis RPP yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan antara apa yang dituliskan dengan apa yang diimplementasikan di kelas. Di RPP guru menuliskan penggunaan pendekatan konstruktivistik, guru berperan selaku fasilitator, namun dari observasi di kelas dapat diketahui bahwa guru lebih dominan, banyak menggunakan ceramah, para siswa pasif, dan guru tidak memahami bagaimana mengimplementasikan pendekatan konstruktiivistik di kelas sebagaimana disarankan kurikulum 2006;
h. Pengelolaan kelas dilakukan secara konvensional sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi antar siswa,
i. Dalam melakukan evaluasi/assesmen, umumnya guru menggunakan tes secara tertulis, sehingga tes hanya berorientasi ke ranah kognitif, hanya beberapa guru yang menggunakan rubrik untuk assesmen. Ini berarti bahwa pemahaman guru tentang asesmen hanya pada ranah kognitif, tidak sampai pada ranah afektif dan psikomotor.

B. Hambatan Implementasi Kompetensi Profesional Guru Geografi
Ada beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan profesionalisme guru, yang antara lain sebagai berikut.
a. Proses penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak proporsional.
b. Rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik semakin tidak seimbang.
c. Masih ada guru yang memiliki pekerjaan di bidang lain.
d. Menumpuknya guru pada pangkat IV/a.
e. Sikap Konservatif Guru
f. Kurang/Tidak Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

g. Masih banyak guru yang:
· Kurang mampu memanfaatkan komputer dalam pembuatan perangkat pembelajaran,
· Kurangnya kemampuan dalam memanfaatkan penggunaan komputer dalam pengolahan data dan nilai peserta didik,
· kurangnya kemampuan menggunakan komputer untuk pengembangan bahan ajar/bahan   presentasi.
h.Kurang waktu dan kesempatan yang digunakan guru untuk membaca serta mengikuti kemajuan zaman dengan cara memperoleh berbagai informasi dari berbagai sumber seperti membaca buku-buku tentang metodologi pembelajaran, atau hasil-hasil penelitian, mendapatkan informasi dari internet, dsb.
i. Guru tidak memiliki waktu cukup untuk menerapkan metode, pendekatan dan model-model pembelajaran yang disarankan.
j. Jika menghadapi Ujian Nasional, guru cenderung mengadakan drill dan latihan soal-soal ujian.
k. Media dan laboratorium tidak mencukupi/tidak ada.
l. Jam mengajar guru terlalu banyak
m. Rendahnya kualitas Kepala Sekolah
n. Latar belakang siswa (kemampuan rendah, dari keluarga menengah ke bawah, dari desa/daerah terpencil) yang sulit untuk diajak aktif dan kreatif;

4. Kiat mengatasi kesenjangan Das Sollen dan Das Sein
A. Solusi Implementasi Kompetensi Profesional Guru Geografi
Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hambatan dalam pengimplementasian kompetensi profesional guru diantaranya adalah:

· Pemangku kepentingan (pemerintah pusat dan daerah) mengkaji ulang kebutuhan riil guru di lapangan.
· Pemangku kepentingan melakukan evaluasi akhir tahun ajaran untuk mengetahui rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik pada setiap satuan pendidikan.
· Terlalu banyak guru di suatu sekolah dapat diatasi dengan melakukan mutasi ke sekolah lain yang kekurangan.
· Pemangku kepentingan hendaknya melakukan kajian yang mendalam dalam pengangkatan jabatan kepala sekolah.
· Guru-guru dapat melakukan class action research (PTK) yang dapat dituangkan sebagai karya tulis berbentuk penelitian.
· Diadakannya seminar tentang pembelajaran yang tepat, yaitu bagaimana cara mengajar agar guru tidak lagi merasa bahwa cara-cara kreatif dianggab memberatkan tugas namun menjadi tugas yang menyenangkan dan yang utama tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai,
· Memfasilitasi para guru dengan alat yang sesuai dengan pendidikan, missal komputer ataupun laptop dengan difasilitasi internet, minimal dalam satu sekolah disediakan satu atau beberapa teknologi tersebut, sehingga guru dapat memperoleh informasi dari teknologi tersebut ataupun dengan berlangganan Koran sehingga berita yang didapat selalu update.
· Menyediakan kelengkapan komputer di sekolah, maka guru dapat lebih mudah dalam melakukan analisis hasil belajar siswa, menghitung nilai kriteria ketuntasan minimum yang selama ini masih tidak berdasarkan perhitungan yang benar, membuat data base siswa dan guru, serta kemudahan-kemudahan lainnya.
· Masalah kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan komputer dapat diatasi dengan melakukan pelatihan kepada para guru tersebut.
·  Pemaksimalan pelatihan dalam lembaga pendidikan prajabatan.
· Usaha meningkatkan penguasaan materi.
· Musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Pendalaman materi dari guru, oleh guru, dan untuk guru.
5. Keterkaitan dengan SK-KD Pengindraan Jauh
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah pembelajaran geografi yang seharusnya diwujudkan atau diajarkan karena pada kenyataannya pembelajaran yang diberikan tidak sesuai dengan pembelajaran yang seharusnya. Bab ini akan membahas tentang bagaimana pembelajaran geografi pada materi pemanfaatan pengindraan jauh yang ideal yang diajarkan pada siswa kelas XII Semester pertama. Dalam realita pembelajaran buku referensi yang digunakan sudah sesuai di SMA (buku sekolah terbitan Kemendiknas) sudah sesuai standar buku referensi yang digunakan. Buku-buku tersebut anara lain nuansa geografi tulisan septiani rahayu, eni wiji, dan mariyadi yang diterbitkan PT Widya Duta Grafika 2009; Geografi 3, Jelajah bumi dan alam semesta, tulisan hartanto, terbitan CV Citra Praya 2009; dan Geografi untuk SMA/MA kelas XII, tulisan Nurmala Dewi terbita CV Eplison 2009. Buku-buku tersebut sudah sesuai dengan buku tulisan Sutanto, Pengindraan Jauh, terbitan gajah mada press dalam hal materi pembelajaran. Namun, dalam penyampaian materi PJ tersebut, terkadang masih kurang sesuai dengan pembelajaran ideal yang diterapkan, karena pada umumnya guru ketika menyampaikan materi Pengindraan Jauh hanya dengan pembelajaran yang seadanya, seharusnya dalam penyajian materi Pengindraan Jauh ini, guru bisa menyampaikan materi disertai media yang sesuai, seperti Citra Ikonos, Foto Udara Pankromatik, Citra Landsat, dll, dan cakupan media tersebut adalah wilayah yang dekat dimana materi tersebut diajarkan( wilayah di sekitar sekolah tersebut berada), dengan demikian, siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari materi Pengindraan Jauh.
Dalam pembelajaran geografi materi Pengindraan Jauh ini, guru tidak hanya dituntut penyampaiannya dengan metode yang standar, tetapi juga dituntut untuk menggunakan media yang representatif. Guru juga harus berinovasi. Pembelajaran Pengindraan Jauh akan sangat baik jika disampaikan menggunakan deskripsi gambar (citra, foto udara) supaya siswa tidak hanya meraba-raba bagaimana citra ikonos itu, bagaimana Foto udara Pankromatik hitam putih itu, bagaimana citra thermal itu dan media Pengindraan Jauh yang lain dengan tidak kepastian, terapi benar-benar apa dan bagaimana pemanfaatan citra Pengindraan Jauh tersebut. Juga dalam evaluasi pembelajaran harus sesuai, pengindraan jauh tidak hanya bisa dievalusi secara tertulis, tetapi siswa juga diajarai bagaimana pengintepresasian citra tersebut. Karena goal dari SK-KD ini adalah siswa mampu mengintepretasi pengindraan auh dengan baik.

Referensi

-          Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
-          Lillesand, Kiefer, Penginderaan jauh dan Interpretasi Citra, Gajah Mada University Press, 1990.
-          Howard, A.John., Pengindraan Jauh untuk Sumberdaya Hutan, Gajah Mada University Press, 1996.
-          Dalhoeni, nathanael, pengantar geografi, 1982
-          http://Sinaugis.wordpress.com
-          http://Gadgethobby.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar