Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International
Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, yang berakhir 25
Agustus, menghasilkan keputusan bersejarah dalam dunia astronomi dengan mengeluarkan
Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya kita. Mulai sekarang, anggota
Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi,
Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota
Keluarga Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya
definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi
baru itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit
bisa disebut planet apabila memenuhi tiga syarat, yakni mengorbit Matahari,
berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat, dan memiliki
jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda langit lain di
orbit tersebut).
Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang
planet sejak istilah planet dikenal di kalangan astronom, bahkan sebelum era
Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi adalah salah satu planet
yang berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak
menyandang nama planet karena tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto
memotong orbit planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya mengelilingi
Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan
Neptunus.
·
Planet Kerdil
Pluto kemudian masuk dalam
keluarga baru yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf planets).
Keluarga ini beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang
mirip dengan Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit
Pluto, Charon, dan beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium
Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU
tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung
sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
"Karakteristik Pluto memang
berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih
menyerupai komet daripada planet," ungkap astronom yang mendalami bidang
ilmu-ilmu planet ini.
Selain itu, perkembangan
teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk
dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper
sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak
50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi,
yakni sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO sangat menarik
perhatian karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto
(diameter 2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau "bulan".
Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km),
Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003
UB313 yang ditemukan Michael Brown dari California Institute of Technology
(Caltech) pada 2003 lalu. Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter
2.400 km, yang berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan
sebagai planet ke-10 Tata Surya.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq,
terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom. "Pilihannya adalah
memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga
jumlah planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang
disepakati," tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi
Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya
datang dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan
dicapai dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir
setelah didahului perdebatan yang sangat sengit. Empat astronom senior dari
Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim,
Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi. Mereka belum bisa
diwawancarai karena belum kembali di Tanah Air sampai tulisan ini dibuat.
·
Kontroversi
Keputusan melepas status planet
dari Pluto tentu saja sangat mengejutkan semua pihak. "Kata 'planet' dan
gagasan tentang planet bisa menjadi sangat emosional karena itu adalah hal yang
kita pelajari sejak kita masih kanak-kanak," ungkap Richard Binzel,
profesor ilmu-ilmu planet dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang
menentang "pemecatan" Pluto, seperti dikutip Associated Press.
Orang paling terpukul dengan
keputusan ini adalah Patricia Tombaugh (93), janda Clyde Tombaugh, ilmuwan yang
menemukan Pluto pada 18 Februari 1930. "Ini sangat mengecewakan dan sangat
membingungkan. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi ini, rasanya seperti
kehilangan pekerjaan," tuturnya kepada AP dari rumahnya di Las Cruces, New
Mexico.
Beberapa pihak memprediksi debat
mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern, ketua misi
pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari
lalu, mengaku merasa "malu" terhadap keputusan itu. Meski demikian,
misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap
akan dilanjutkan. "Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh. It's bad
science. Ini belum selesai," ujar Stern.
·
Wajar
Wajar saja pencopotan gelar
planet dari Pluto memicu reaksi yang emosional. Pluto selama ini memiliki
tempat tersendiri di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir.
Pluto sering dianggap "Si Bungsu dari Tata Surya" karena jaraknya
yang terjauh dari Matahari dan ditemukan paling akhir dibandingkan delapan
planet lainnya.
Orbit Pluto yang sangat lonjong
dan tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga membuat planet ini
unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah
planet hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan
gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus. Meski ukuran Pluto kemudian
terbukti terlalu kecil untuk menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian
dari legenda Pluto.
Selain itu, keputusan pencabutan
Pluto dari keluarga planet Tata Surya ini juga membawa konsekuensi perubahan
seluruh buku pelajaran, kamus astronomi, buku pintar, dan ensiklopedia di dunia
yang sudah terlanjur mencantumkan Pluto sebagai planet ke-9. Bayangkan
kerepotan yang akan terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar